114. Dari Status hikmah

Baarokallohu fiikum .....
Sahabat Hikmah .....
Seorg hamba yg beradab kepada Tuhan nya, akan mrasa malu jika menuntut imbalan atas amal2 ibdh nya ketika Berdo'a, karna dia tau bhw hakikat amal2 ibdh nya adlh pertolongan / pemberian dari Allah juga, bgt pun keIkhlasan dlm amal2 ibdh nya adlh anugrah dari Allah juga,, bahkan ketika amal2 ibdh para hamba Nya tercampuri oleh kotoran2 Ujub dan Riya', Allah jua lah yg menutupi segala kekurangan2 dan kesalahan2 amal2 hamba Nya dg kelembutan sifat Jamal Nya.
maka diantara tanda2 org yg tdk beradab kepada tuhan nya adlh bersandar/i'timad kepada amal2 ibdh nya ketika dia berdo'a. Seakan-akan Allah hanya akan memberi jika Dia disembah terlebih dulu, dan seakan-akan Allah itu butuh kepda amal2 ibdh kita, padahal ... waman yasykur fainnama yasykuru linafsih.
Dawuh Hukama :

كَيْفَ تَطْلُبُ العِوَضَ عَلى عَمَلٍ هُوَ مُتَصَدِّقٌ بِهِ عَليكَ، أمْ كَيْفَ تَطْلُبُ الجَزاءَ عَلى صِدْقٍ هُوَ مُهْديهِ إلَيْكَ؟!
Mana mungkin engkau dapat menuntut imbalan atas suatu amal, padahal sebenarnya Dia-lah yg menyedekahkan amal itu padamu !?
Dan bagaimana mungkin engkau dapat meminta balasan pahala atas suatu keikhlasan yg engkau lakukan, padahal Allah lah yg menghadiahkan keikhlasan itu kepadamu !?

إذا أرادَ أن يُظْهِرَ فَضْلَهُ عَلَيْكَ خَلَقَ وَنَسَبَ إلَيْكَ.
Jika Allah hendak menunjukkan karunia-Nya kepadamu, maka Dia menciptakan sesuatu amal itu menjadi amalmu

لا تَطْلُبْ عِوَضاً عَلى عَمَلٍ لَسْتَ لَهُ فاعِلاً. يَكْفي مِنَ الجَزاءِ لَكَ عَلى العَمَلِ أنْ كانَ لَهُ قابِلاً.
Jangan menuntut balasan imbalan atas suatu amal yg pelakunya bukan dirimu sendiri. Cukuplah balasan Allah bagimu, apabila Dia meneria amalan itu,
لولا جَميلُ سَترِهِ لَمْ يَكُنْ عَمَلٌ أهْلاً لْلْقَبولِ.
Kalaulah bukan karena keindahan tutup-Nya, maka tentulah tiada amal yg layak untuk ditterima
* Al-Hikam

☆Tujuan Mempelajari Ilmu aQidah/Tauhid☆

Ilmu Tauhid adalah ilmu yG sangat penting bagi setiap muslim. Sebab ilmu ini menyangkut aqidah yG berkaitan dGn Iman dan Islam. Sedangkan aqidah merupakan pondasi bagi keber-agama-an seseorang dan benteng yG kokoh untuk memelihara aqidah muslim dari setiap ancaman Syubuhat (keraguan) dan kesesatan.
Karenanya, mempelajari ilmu ini wajib didahulukan dari ilmu fiqh, ilmu tashawwuf dan ilmu-ilmu lainnya. Bahkan mendapat celaan bagi seseorang yG mempelajari ilmu fiqh atau ilmu lainnya, padahal ia belum mempelajari Ilmu Tauhid. Imam Sanusi ra, berkata :
اَيُّهَا الْمُبْتَدِي لَتَطْلُبُ عِلْمًا
كُلُّ الْعِلْمِ  عَبْدٌ لِعِلْمِ الْكَلاَمِ
تَطْلُبُ الْفِقْهَ كَيْ تُصَحِّحُ حُكْمًا
ثُمَّ أَغْفَلْتَ  مُنْزِلَ اْلأَحْكَامِ
”Wahai para pelajar pemula, sungguh engkau menuntut ilmu. Setiap ilmu menjadi hamba bagi ilmu kalam (Tauhid). Engkau menuntut ilmu fiqh agar engkau mengesahkan hukum, kemudian engkau lalaikan yG menurunkan segala hukum (Allah).”
*Syekh Muhammad al-Fadhaliy,Tahqiq al-Maqam Ala Kifayah al-Awam,  hal 25
.....
Hukum Mempelajari Ilmu Tauhid adalah Fardhu Ain bagi setiap mukallaf, baik laki-laki maupun perempuan, meskipun hanya mengetahuinya secara Ijmal (global). Adapun mempelajarinya dGn dalil-dalil secara Tafshil (terperinci), hukumnya adalah Fardhu Kifayah.

Baarokallohu fiikum .....
Sahabat Hikmah .....
Dalam mengucapkan Syahadatain harus disertai dGn Ma'rifat, yakni disertai dGn :
a. Idrokun Jazimun
= > Meyakinkan dGn sangat pasti, sehingga tidak ada keraguan, bahwa tidak ada Tuhan selain Allah Swt, dan Muhammad utusan Allah Swt.
b. Muwafiqun lil Waqi'i => apa yG diyakininya sesuai dGn kenyataan, bahwa Allah Swt yG diyakininya adalah Allah Swt sebagaimana yG disebutkan dalam ilmu Tauhid,
c. Nasyiun ‘an Dalilin => Meyakinkan kepada adanya Allah Swt, disertai dGn argumentasi (dalil) yG dapat mempertahankan keyakinannya, baik itu dalil ‘Akli maupun dalil Nakli sebagamana telah disebutkan pada pasal hukum ‘Akal.
Adapun yG harus dima'rifatkkannya adalah :
a) Dzat Allah Swt dan sifat - sifat Nya.
b) Dzat Rosul dan sifat - sifatnya.
c) Yang Mumkinul Wujud.
d) Yang wajib dan yG Mustahil di Allah Swt dan di Rasululloh.

Nambihan ....
Iman kepada Qodho dan Qodar adalah termasuk pokok-pokok iman yG enam (Ushul al-Iman as-Sittah) yG wajib kita percayai sepenuhnya. Tentang kewajiban iman kepada Qodho & Qodar, dlm sebuah hadits shohih Rasulullah saw, bersabda:
الإيْمَانُ أنْ تُؤْمِنَ باِللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَتُؤْمِنَ بالقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرّهِ (رواه مسلم)
“Iman ialah engkau percaya kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari akhir, dan engkau percaya kepada Qodar Allah, yG baik maupun yG buruk”. (HR. Muslim).

Al-Qodho maknanya al-Kholq, artinya penciptaan, dan al-Qodar maknanya at-Tadbir, artinya ketentuan. Secara istilah al-Qodar artinya ketentuan Allah atas segala sesuatu sesuai dG pengetahuan (al-‘Ilm) dan kehendak-Nya (al-Masyi'ah) yg Azali (tidak bermula), di mana sesuatu tsb kemudian terjadi pada waktu yG telah ditentukan dan dikehendaki oleh-Nya terhadap kejadiannya.

Penggunaan kata “al-Qodar” terbagi kepada dua bagian:
Pertama, Kata al-Qodar bisa bermaksud bagi sifat Taqdir  Allah, yaitu sifat menentukannya Allah terhadap segala sesuatu yG ia kehendakinya. al-Qodar dlm pengertian sifat “Taqdir” Allah ini tidak boleh kita sifati dG keburukan dan kejelekan, karena sifat menentukan Allah terhadap segala sesuatu bukan suatu keburukan atau kejelekan, tetapi sifat menentukannya Allah terhadap segala sesuatu yG Ia kehendakinya adalah sifat yG baik dan sempurna, sebagaimana sifat-sifat Allah lainnya. Sifat-sifat Allah tsb tidak boleh dikatakan buruk, kurang, atau sifat-sifat jelek lainnya.
Kedua, Kata al-Qodar dapat bermaksud bagi segala sesuatu yG terjadi pada makhluk, atau disebut dG al-Maqdur. Al-Qodar dlm pengertian al-Maqdur ini ialah mencakup segala apapun yG terjadi pada seluruh makhluk ini, dari keburukan dan kebaikan, kesalehan dan kejahatan, keimanan dan kekufuran, ketaatan dan kemaksiatan, dll. Dalam makna yG kedua inilah yG dimaksud oleh hadits Jibril as di atas, “Wa Tu'mina Bil Qodari Khoirih wa Syarrih”. Al-Qodar dlm hadits ini adalah dalam pengertian al-Maqdur .
Pemisahan makna antara sifat Taqdir Allah dG al-Maqdur adalah sebuah keharusan. Hal ini karena sesuatu yG disifati dG baik dan buruk, atau baik dan jahat, adalah hanya sesuatu yG ada pada makhluk saja. Artinya, siapa yG melakukan kebaikan maka perbuatannya tsb disebut “Baik”, dan siapa yG melakukan keburukan maka perbuatannya tsb disebut “Buruk”, dG demikian penisbatan kata “baik” dan ”buruk” seperti ini hanya berlaku pada makhluk saja.
Wallohu ta'ala a'lam

Postingan populer dari blog ini

31. 40 KAIDAH FIQIH UMUM (KULLIYAH)

34. PENJELASAN SINGKAT TENTANG IJAZAH AUROD

68. KIFAYATUL AWAM