101. Pengertian ta'alluq shuluhi qadim, tanjizi qadim dan tanjizi hadits dalam kajian sifat 20

1.  Ta’alluq secara bahasa berarti hubungan, kalau dikatakan Allah menciptakan alam dari tiada kepada ada, maka itu artinya antara qudrah Allah dan alam ada ta’alluq (hubungan), yaitu hubungan penciptaan : Allah dengan sifat qudrahnya sebagai pencipta dan alam sebagai ciptaan.
2.      Sedangkan shuluhi qadim (shuluhi secara bahasa bermakna patut) berarti Allah patut pada azali mengadakan atau meniadakan  sesuatu, meskipun belum wujud sesuatu yang diadakan atau ditiadakan pada kenyataannya. Contohnya si umar sebelum dijadikan Allah pada alam kenyataan, maka si Umar itu pada azali patut dijadikan atau tidak dijadikan Allah. Ta’alluq ini sifatnya qadim, karena masih pada azali belum wujud pada kenyataan yang bersifat dengan waktu dan tempat (baharu). Ini shuluhi qadim pada sifat qudrah Allah Ta’ala. Adapun shuluhi qadim pada sifat iradah Allah Ta’ala berarti Allah Ta’ala pada azali patut menentukan sesuatu dengan mengadakan atau meniadakannya, memendekkan atau memanjangkan atau keadaan lain-lainnya.
3.      Tanjizi qadim bermakna terjadi pada kenyataannya dan keadaannya adalah qadim, seperti Allah menentukan sesuatu dengan mengadakan atau meniadakan atau menentukan sesuatu dengan keadaan pendek atau panjang dan lain-lain. Disebut dengan tanjizi karena ta’alluqnya berlaku pada kenyataan (tidak bersifat patut lagi) dan disebut qadim, karena penentuan sesuatu ada, tidak ada atau panjang dan lain-lain adalah sudah ada pada azali yang sifatnya qadim. Tanjizi qadim ini tidak ada pada qudrah Allah Ta’ala.
4.      Tanjizi hadits pada qudrah bermakna Allah Ta’ala menciptakan sesuatu atau meniadakannya dengan qudrahnya pada waktu dan tempat tertentu. Penciptaan atau meniadakan sesuatu itu adalah baharu, karena bersifat dengan waktu atau tempat, misalnya Allah menciptakan si Umar pada hari senin yang lahir di Indonesia. Tanjizi hadits ini didahului oleh shuluhi qadim pada qudrah Allah Ta’ala. Berdasarkan ini, maka sifat menciptakan, mematikan (sifat-sifat af’al) adalah baharu, tidak qadim, karena itu sifat menciptakan atau mematikan (sebagai contoh) adalah sifat baharu bagi Allah Ta’ala dan karenanya tidak berdiri pada zat Allah yang qadim. Yang qadim yang berdiri pada zat Allah Ta’ala adalah sifat qudrah.

Postingan populer dari blog ini

31. 40 KAIDAH FIQIH UMUM (KULLIYAH)

68. KIFAYATUL AWAM