68. KIFAYATUL AWAM

Dalam kitab Kifayatul Awam disebutkan:

اِعْلَمْ أَنَّهُ يَجِبُ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ أَنْ يَعْرِفَ خَمْسِيْنَ عَقِيْدَةً وَكُلُّ عَقِيْدَةٍ يَجِبُ عَلَيْهَ أَنْ يَعْرِفَ لَهَا دَلِيْلاً اِجْمَالِيًّا أَوْ تَفْصِيْلِيًّا )كفاية العوام،٣)

“Ketahuilah bahwa setiap muslim (laki-laki atau perempuan) wajib mengetahui lima puluh akidah beserta dalil-dalilnya yang bersifat global atau terperinci.”

Sifat 20 wajib bagi Allah

1. Sifat Wujud (Ada) Sifat Nafsiah

فَاللهُ مَوْجُوْدٌ قَدِيْمٌ بَاقِيْ # مُخَالِفٌ لِلْخَلْقِ بِاْلإِطْلاَقِ

“Maka Allah SWT adalah Dzat yang bersifat Wujud (Ada), Qadim (tidak ada permulaan-Nya), Kekal, dan berbeda dengan makhluk secara mutlak”

Syarh (Penjelasan):

Dzat disana bukanlah dzat dalam lisan orang indonesia yang mempunyai arti materi datu benda, akan tetapi Dzat disana adalah Dzat dalam lisan orang arab yang mempunyai arti “Dirinya sendiri”, “Haqiqat-nya” karena Allah ada tanpa membutuhkan bentuk, tempat dan tidak membutuhkan makhluqnya, karena semuanya adalah ciptaanya dan Allah berdiri sendiri tanpa ada yang menciptakan dan tidak membutuhkan pertolongan makhluqnya.

Sifat wajib Allah SWT yang dua puluh tersebut yang pertama adalah sifat Nafsiyah Wujud

Sifat Wujud (Ada)

Allah SWT adalah Tuhan yang wajib kita sembah itu pasti ada. Allah SWT, ada tanpa ada perantara sesuatu dan tanpa ada yang mewujudkan. Firman Allah SWT :

إِنَّنِي أَنَا اللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلاَةَ لِذِكْرِي (سورة طه،١٤ (

“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku. (QS. Thaha: 14)”.

Adanya alam semesta beserta isinya merupakan tanda bahwa Allah SWT ada. Dialah yang menciptakan jagat raya yang menakjubkan ini.

Sifat Wujud pengertiannya tetapnya sesuatu dan pasti adanya, sifat wujud ini wajib bagi Alloh Ta’ala Dzatnya bukan Illat (Pengaruh Luar) maksudnya bahwa selain Alloh (Makhluk) tidak dapat mempengaruhi adanya Allah.

Adapun sifat wujud tanpa Dzat itu terjadi seperti keberadaan kita yaitu melalui perbuatan Alloh Ta’ala. Adapun bukti adanya Allah yaitu adanya makhluk ini, jika Allah SWT tidak ada, maka tidak akan ada satu makhlukpun.

Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku”. (QS. Thaha : 14) dan firman Alloh Ta’ala, “Tidaklah mereka memikirkan tentang kejadian diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan kebenaran dan waktu yang ditetapkan. Dan sesungguhnya kebanyakan diantara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya”. (QS. Ar Rum :8)

Seorang badui ditanya tentang bukti adanya Allah. Dia menjawab : kotoran unta itu menunjukkan adanya unta dan kotoran hewan (teletong : jawa) menunjukkan adanya hewan keledai dan bekas kaki itu menunjukkan adanya orang yang berjalan, maka langit itu mempunyai bintang dan bumi mempunyai jalan yang terbentang dan laut mempunyai ombak yang bergelombang, apakah semua itu tidak menunjukkan atas adanya pencipta yang bijak, lagi Maha Berkuasa dan Maha Mengetahui?.

Kebalikan sifat ini adalah sifat adam (العدم) yakni Allah SWT mustahil tidak ada.

2. Sifat Qidam (dahulu) Allah tidak berawal

فَاللهُ مَوْجُوْدٌ قَدِيْمٌ بَاقِيْ # مُخَالِفٌ لِلْخَلْقِ بِاْلإِطْلاَقِ

“Maka Allah SWT adalah Dzat yang bersifat Wujud (Ada), Qadim (tidak ada permulaan-Nya), Kekal, dan berbeda dengan makhluk secara mutlak”

Syarh (Penjelasan):

Sifat wajib Allah SWT yang kedua dari dua puluh tersebutadalah sifat Qidam

Qidam (Dahulu) tidak bermula dan tidak ada permulaan

Allah ada tanpa ada permulaan dan tanpa ada yang menciptakan, jika seseuatu ada permulaan pasti ada yang menciptakan akan permulaanya, dan tentu setiap yang ada permulaan itu ada akhirnya dan ada batas akhirnya.

Akan tetapi Allah adalah sang pencipta dan yang menciptakan seluruh makhluq, tentu dia tidak diciptakan, karena bila Allah diciptakan, maka dia makhluq, dan setiap makhluq bukanlah tuhan.

Firman Allah SWT:

هُوَ اْلأَوَّلُ وَاْلآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ )الحديد،٣ (

“Dialah yang Awal dan yang Akhir yang Zhahir dan yang Bathin; dan dia Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. al-Hadid : 3).

Dahulu bagi Allah SWT tanpa awal, Tidak berasal dari tidak ada kemudian menjadi Ada, karena Alla tidak dilahirkan dan tidak didahului oleh ketiadaan, karena hanya makluq yang didahului oleh ketiadaan. Sabda Nabi SAW:

عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم، كَانَ اللهُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْءٌ غَيْرُهُ )رواه البخاري والبيهقي(

“Dari Imron bin Hushain RA, Rasulullah SAW bersabda, “Allah SWT ada (dengan keberadaan tanpa permulaan) dan belum ada sesuatupun selain-Nya.” (HR. al-Bukhari dan al-Baihaqi).

Kebalikannya adalah huduts (حدوث), yakni mustahil Allah SWT itu baru dan memiliki permulaan.

3. Sifat Baqa’ (Allah Kekal)

فَاللهُ مَوْجُوْدٌ قَدِيْمٌ بَاقِيْ # مُخَالِفٌ لِلْخَلْقِ بِاْلإِطْلاَقِ

“Maka Allah SWT adalah Dzat yang bersifat Wujud (Ada), Qadim (tidak ada permulaan-Nya), Kekal, dan berbeda dengan makhluk secara mutlak”

Syarh Penjelasan:

Sifat Wajib Allah yang ke tiga dari duapuluh tersebut adalah sifat “BAQA” Allah kekal

Arti baqa’ adalah bahwa Allah SWT senantiasa ada, tidak akan mengalami kebinasaan atau rusak. Dalam al-Qur’an disebutkan:

كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ (الرحمن، 26-27〉 القرآن

“Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (QS. ar-Rahman: 26-27).

Allah SWT adalah Dzat yang Maha Mengatur alam semesta. Dia selalu ada selama-lamanya dan tidak akan binasa untuk mengatur ciptaan-Nya itu. Hanya kepada-Nya seluruh kehidupan ini akan kembali. Firman Allah SWT :

كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلاَّ وَجْهَهُ لَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (القصص،88 〉 القرآن

“Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (QS. al-Qashash: 88)

Kebalikannya adalah sifat Fana (فناء), yang berarti mustahil Allah SWT tidak kekal.

4. Sifat Mukholafatu Lil Kholqi – Allah tidak menyerupai Makhluq

فَاللهُ مَوْجُوْدٌ قَدِيْمٌ بَاقِيْ # مُخَالِفٌ لِلْخَلْقِ بِاْلإِطْلا

“Maka Allah SWT adalah Dzat yang bersifat Wujud (Ada), Qadim (tidak ada permulaan-Nya), Kekal, dan berbeda dengan makhluk secara mutlak”

Syarh Penjelasan:

Sifat Wajib Allah yang ke empat dari duapuluh tersebut adalah sifat “MUKHOLAFATU LIL KHOLQI (LIL HAWADITSI)” Allah tidak menyerupai Makhluk

Arti Mukholafatu Lil Kholqi’ adalah bahwa Allah SWT tidak menyerupai makhluq-Nya atau ciptaan-Nya sebagaimana Firman Allah dalam surah Al-Ikhlas

وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ  ﴿٤﴾  ( الاخلاص) القرآن

“Dan tidak ada satupun yang menyerupai kepada-Nya.” (QS. al-Ikhlas 4).

Begitu juga yang ada pada surah As-Syura

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَىْءٌ  ( سورة الشورى : 11 ) القرآن

Maknanya : “tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya”. (Q.S. as-Syura: 11)

Allah SWT adalah Dzat yang sempurna sedangkan makhluq memiliki kekurangan, mustahil Allah memiliki kekurangan seperti makhluq. dan juga Allah adalah yang menciptakan dan makhluq adalah yang diciptakan, mustahil mahluq bisa menyerupai penciptanya, karena Allah telah berfirman bahwa Tidak sesuatupun (makhluq) yang menyerupai-Nya.

Apapun yang terlintas di dalam benak dan pikiran seseorang, maka Allah SWT tidak seperti yang dipikirkan itu. Imam Ahmad mengatakan:

مَهْمَا تَصَوَّرْتَ بِبَالِكَ فَاللهُ بِخِلاَفِ ذَلِكَ. (الفرق بين الفرق،  20) ابوا منصور البغدادى

“Apapun yang terlintas di benakmu (tentang Allah SWT) maka Allah SWT tidak seperti yang dibayangkan itu.” (Al-Farqu Bainal Firoq, 20).

Karena itulah seorang mukmin tidak diperkenan-kan membahas Dzat Allah SWT, karena ia tidak akan mampu untuk melakukannya. Justru ketika ia menyadari akan kelemahannya itu, maka pada saat itu sebenarnya ia telah mengenal Allah SWT.

Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq mengatakan:

اَلْعَجْزُ عَنْ دَرْكِ اْلإِدْرَاكِ اِدْرَاكٌ  وَالْبَحْثُ عَنْ ذَاتِهِ كُفْرٌ وَإشْرَاكٌ

“Ketidakmampuan untuk mengetahui Allah SWT adalah sebuah kemampuan”

Perkataan Nadzhoman Bil Itlaqi (بالاطلاق) bahwasanya Allah tidak menyerupai makhluq dengan Mutlak apakah itu dari segi dzat ataupun dari segi sifat atau hal lainya dari makhluq, walau ada persamaan dalam lafadz tetapi dalam haqiqat tidaklah sama dzat dan sifat Allah dengan makhluq-Nya.

Kebalikannya adalah sifat Mumatsalah Lil Hawaditsi (مماثلة للحوادث), yang artinya Allah menyerupai makhluq-Nya, dan mustahil Allah meyerupai makhluqnya.

5. Sifat Qiyamuhu Binafsihi (Berdiri Sendiri)

وَقَائِمٌ غَنِي وَوَاحِدٌ وَحَيْ  # قَادِرْ مُرِيْدٌ عَالِمٌ بِكُلِّ شَيْ

“Dan Allah SWT Adalah Dzat Yang berdiri sendiri, Tunggal, Hidup, Berkuasa, Berkehendak dan Mengetahui segala sesuatu”

Syarh / Penjelasan:

Qiyamuhu binafsihi (berdiri sendiri)
Penjelasan Sifat yang ke Lima dari sifat dua puluh yang akan di bahasa adalah sifat Qiyamuhu binafsihi (berdiri sendiri), yaitu Allah tidak butuh terhada sesuatu apapun dan tidak tergantung kepada apapun dan tidak bersandar dan juga tidak butuh berserikat dengan apapun.

Berbeda dengan makhluk yang masih membutuhkan sesuatu yang lain di luar dirinya, Allah SWT tidak butuh terhadap sesuatu apapun. Allah SWT tidak membutuhkan tempat dan dzat yang menciptakan. Dalam hal ini Allah SWT berfirman:

إِنَّ اللهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ (العنكبوت، 6)  القرآن

“Sesungguhnya Allah SWT benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS. al-Ankabut: 6).

Allah SWT Maha Kuasa untuk mewujudkan sesuatu tanpa membutuhkan bantuan makhluk-Nya. Tetapi merekalah yang membutuhkan Allah SWT. Firman Allah SWT:

يَاأَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلىَ اللهِ وَاللهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ (فاطر، 15) القرآن

“Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dia-lah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.” (QS. Fathir: 15).

Allah SWT tidak membutuhkan apapun dari makhluk-Nya. Bahkan terhadap ibadah yang dilakukan seorang hamba, Allah SWT tidak membutuhkannya. Ketika Allah SWT mensyariatkan shalat, puasa, zakat, haji, sedekah dan lain sebagainya, maka itu bukan karena Allah SWT membutuhkannya.

Tetapi karena di dalamnya ada manfaat besar yang akan dirasakan oleh orang-orang yang melaksanakan-Nya. Jadi ibadah itu bukan untuk kepentingan Allah SWT, tetapi itu adalah kebutuhan kita sebagai hamba.

Intinya bahwa Mahluqlah yang membutuhkan Allah.

Tentang petbedaan butuh kepada tempat dan yang menciptakan:
a. Tidak butuh kepada yang menjadikan Dia dan tidak butuh kepada tempat berdiri, yaitu Dzat Allah Ta’ala
b. Berdiri pada zat Allah Ta’ala dan tidak butuh kepada yang menjadikan Dia, yaitu sifat Allah Ta’ala.
c. Butuh kepada tempat berdiri dan butuh kepada yang menjadikan dia yaitu segala jirim dan ‘aradh yang baru.

Pengertian kalimah-kalimah ini ialah:

1. JIRIM (جرم)
    Tiap-tiap barang yang bertempat dan mempunyai ruang.

2. JISIM (جسم)

           Jika JIRIM itu besar dinamakan JISIM.

3. JAUHAR (جوهر )
                    dipecahkan kepada:

           a. JAUHAR MURAKKAB (جوهر مركب).

            JIRIM yang kecil untuk menyempurnakan susunan sesuatu JISIM.

                    b. JAUHAR FIRAD (جوهر فرد).
  Ialah Jirim yang terlalu kecil hingga tidak bisa dibagi atau dipecah-     pecahkan lagi.

4. 'ARADH (عرض)

Semua keadaan dan hal sifat sesuatu benda. Misalnya: 
'Aradh bagi Jirim itu ialah sifat Jirim itu sendiri seperti berbentuk, berupa, bertempat, berpihak, bergerak, berdiam, berhubung, bercerai, bercampur bersatu-padu, bersatu hakikat, keluar masuk, berjarak jauh-dekatnya, mempunyai ukuran besar-kecilnya, ada ukuran timbangan berat-ringannya, bermasa, berusia, berbanding, berumpama, bersuara, sunyi dan senyapnya dan lain-lain lagi yang seumpama dengannya.

Kebalikan dari sifat ini adalah ihtiyajuhu li-ghairihi ( إحتياجه لغيره ) artinya Allah membutuhkan kepada yang lainya, akan tetapi Allah bersifat Qiyamuhu Binafsihi mustahil Allah SWT butuh kepada makhluk.

6. Sifat Wahdaniyat (Esa/satu) | Allah Maha Esa

وَقَائِمٌ غَنِي وَوَاحِدٌ وَحَيْ  # قَادِرْ مُرِيْدٌ عَالِمٌ بِكُلِّ شَيْ

“Dan Allah SWT Adalah Dzat Yang berdiri sendiri, Tunggal, Hidup, Berkuasa, Berkehendak dan Mengetahui segala sesuatu”

Syarh / Penjelasan :

Wahdaniyat (Esa/satu)
Sifat yang ke enam dari sifat dua puluh penjelasan Aqidah Awam adalah sifat Wahdaniyat (Esa / satu)

Menurut imam As- Sanusi, wahdâniyat itu adalah

الوحـدانـيـة أى لا ثانى له فى ذاته ولا فى صفاتـه ولا فى أفـعـالـه

Artinya adalah ; Wahdaniyat itu maksudanya tidak ada yang menduai Allah Ta’ala  pada zat, sifat dan fi’il-Nya. Maksudnya adalah , esa zat, sifat dan fi’il-Nya.

Allah SWT satu/esa, tidak ada tuhan selain Dia. Allah SWT Maha Esa dalam Dzat, Sifat dan Perbuatan-Nya. Firman Allah SWT:

قُلْ إِنَّمَا يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلهٌ وَاحِدٌ فَهَلْ أَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.(الأنبياء، 108) القرآن

“Katakanlah: “Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku adalah: “Bahwasanya Tuhanmu adalah Tuhan Yang Esa, maka hendaklah kamu berserah diri (kepada-Nya).” (QS. al-Anbiya’: 108).

1. Satu dalam Dzat Artinya, bahwa Dzat Allah SWT satu, tidak tersusun dari beberapa unsur atau anggota badan dan tidak ada satupun dzat yang menyamai Dzat Allah SWT.

2. Satu dalam sifat artinya bahwa sifat Allah SWT tidak terdiri dari dua sifat yang sama, dan tidak ada sesuatupun yang menyamai sifat Allah SWT.

3. Dan satu dalam perbuatan adalah bahwa hanya Allah SWT yang memiliki perbuatan. Dan tidak satupun yang dapat menyamai perbuatan Allah SWT.

Sifat yang mustahil bagi-Nya yaitu “ta’addud” (تعدد) berbilangan, bahwa mustahil Allah lebih dari satu.

Firman Allah SWT:

لَوْكَانَ فِيهِمَا ءَالِهَةٌ إِلاَّ اللهُ لَفَسَدَتَا فَسُبْحَانَ اللهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ  (الأنبياء، 22) القرآن

“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu Telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai ‘Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.” (QS. al-Anbiya’: 22).

Penjelasan Lebih Lanjut Sifat Wahdaniyat
Dalam sifat Wahdaniyat mengesakan Zat, Sifat dan Af’al, maka wajib ternafi (ditiadakan) dari enam “kam” (berbilang), yaitu :

1. Tidak ada kam muttasil pada zat. Maksudnya adalah, Zat Allah Ta’ala tidak terdiri dari beberapa elemen atau anasir. Dengan kata lain bahwa Zat Allah Ta’ala  tidak tersusun dari bagian-bagian atau juju’–juju’/bagian bagian.

2. Tidak ada kam munfasil pada zat. Maksudnya adalah, tidak ada suatu zat apapun yang menyerupai Zat Allah Ta’ala kapan dan dimana saja.
Artinya tidak ada bandingan dan persamaan bagiNya

3. Tidak ada kam muttasil pada sifat. Maksudnya adalah, sifat–sifat Allah Ta’ala, tidak ada yang dua-dua atau lebih dari satu nama, tetapi sifat-sifat Allah Ta’ala itu hanya satu-satu.

Misalnya Allah Ta’ala  tidak bersifat dengan dua qudrat atau lebih, karena akan menjadi tidak mutlak atau tidak umum kekuasaan-Nya, padahal Ia adalah, “ yang maha “

4. Tidak ada kam munfasil pada sifat. Maksudnya adalah, tidak ada sifat dari selain Allah Ta’ala yang dapat menyerupai sifat-sifat-Nya.

5. Tidak ada kam muttasil pada fi’il (perbuatan–Nya). Maksudnya adalah, tidak ada selain Allah Ta’ala , yang bersama-sama Allah Ta’ala dalam membuat sesuatu atau dalam menjadikan sesuatu, tidak ditolong atau dikawani.
Dengan kata lain, tidak ada sekutu bagi Allah dalam berbuat dan tidak memakai pembantu atau penolong , dalam segala fi’il-Nya.

6. Tidak ada kam munfasil pada fi’il (perbuatan-Nya). Maksudnya adalah; tidak ada perbuatan (kejadian),yang telah terjadi, yang sedang terjadi, yang akan terjadi yang dilakukan oleh fi’il selain fi’il Allah Ta’ala.
Tegasnya, apapun yang terjadi di alam semesta ini, berasal dari tertib fi’il-Nya, tanpa ada campur tangan orang lain atau makhluk.
=================================

                       SIFAT MA'ANI

Maksudnya:
-- Sifat yang pasti ada pada Dzat Allah dengan segala kesempurnaan-Nya.
-- Sifat yang dapat digambarkan oleh fikiran manusia.

Adapun hakikat sifat Ma’ani itu:
Wahiya kullu sifatin maujudatin qoimatin bimaujuudatin aujabat lahu hukman,

artinya tiap-tiap sifat yang berdiri pada yang maujud (wajibalwujud / zat Allah Ta’ala) maka mewajibkan suatu hukum (yaitu Ma’nawiyah).

Sifat maa'ni adalah:
1. Qudrat / kuasa
2. Iradat / berkehendak
3. Ilmu / mengetahui
4. Hayat / hidup
5. Sam'a / mendengar
6. Bashar / melihat
7. Kallam / berkata kata (berfirman)

Sifat maa'ni mempunyai ta'alluq kecuali sifat hayat, dikarenakan sifat hayyat adalah sebagai syarat sah tegaknya sifat ma'ani.

Adapun ta’alluq secara bahasa berarti hubungan. Adapula yang menyebutkan bahwa makna ta'alluq adalah tuntutan kepada sifat untuk suatu hal.

Secara istilah:

طَلَبُ الصِّفَةِ اَمْرًا زَائِدًا عَلٰى قِيَامِهَا فِى الذَّاتِ

Tholabush shifati amron zaa-idan 'alaa qiyaamihaa fidzdzaati.

Artinya : “Menuntut atau menyelaraskan sebuah sifat pada suatu perkara yang melebihi berdirinya Sifat pada Dzat”.

Jadi Ta’alluq itu Amrun I’tibariyuun yakni sebuah perkara  (Ijiran [Sunda]) atau perkiraan.

7. 1. Sifat Qudrat (Kuasa) Allah

وَقَائِمٌ غَنِي وَوَاحِدٌ وَحَيْ  # قَادِرْ مُرِيْدٌ عَالِمٌ بِكُلِّ شَيْ

“Dan Allah SWT Adalah Dzat Yang berdiri sendiri, Tunggal, Hidup, Berkuasa, Berkehendak dan Mengetahui segala sesuatu”

Syarah / Penjelasan :

Qudrat (Kuasa)
Sifat yang wajib diketahui ke 7 dari 20 sifat yang dibahas dalah kitab kifayatul Awam adalah Sifat Qudrat (Kuasa)

Definisi sifat qudrat adalah:

هي صفة وجودية قائمة بذاته تعالى يتأتى بها ايجاد كل ممكن و اعدامه

Artinya: ” Sifat qudrat ialah sifat yang wujud tetap pada Dzat Allah ta’ala, yang dengan adanya sifat ini maka bagi Allah mudah menjadikan / menciptakan atau meniadakan setiap sesuatu yang bersifat mumkin”. Seperti Allah swt menciptakan manusia di bumi dan menghancurkan alam semesta pada hari kiamat nanti.

Allah SWT Maha Kuasa dengan kekuasaan yang tidak terbatas. Kekuasaan Allah SWT meliputi terhadap segala sesuatu. Kuasa untuk mewujudkan dan meniadakan segala sesuatu yang dikehendaki-Nya. Allah SWT berfirman:

وَاللهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (الحشر، 6) القرآن

“Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. al-Hasyr: 6).

TA'ALLUQ SIFAT MA'ANI
Konsep ta`alluq bagi sifat-sifat di dalam kumpulan Ma`ani secara singkat adalah:

Ta`alluq sifat Qudrat yaitu tethadap yang mumkinat dan bersifat mumkin seperti mengadakan dan meniadakan makhluk. Tidak ta'alluq kepada yang wajib dan mustahil.

Secara global, sifat qudrat Allah swt mempunyai dua ta’alluq, yaitu:

Ta’alluq Shuluhi Qadim (تعلق صلوحى قديم)
Ta’alluq Tanjizi Hadits (تعلق تنجيزى حادث)

1. Ta’alluq shuluhi qadim ialah:

هو صلاحيتها فى الأزلى للايجاد و الاعدام

Artinya: “Ta’alluq shuluhi qadim ialah kelayakan sifat Qudrat Allah swt di azali (masa sebelum terciptanya makhluk dan hanya ada Dzat Allah semata beserta sifat-sifat-Nya) untuk menciptakan dan meniadakan makhluk”.

Jadi, segala sesuatu yang ada dan terjadi di alam semesta ini, baik di masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang sudah ada dalam ta’alluq shuluhi qadimnya Allah swt.

2. Ta’alluq tanjizi hadits ialah:

هو الايجاد و الاعدام بالفعل

Artinya: “Ta’alluq Tanjizi Hadits ialah ta’alluq di mana Allah swt menciptakan dan meniadakan makhluk dengan fakta yang nyata”. Seperti segala sesuatu yang ada dan tiada di alam semesta ini.
==============::::::::::===============

Secara tafshili (terperinci), sifat qudrat mempunyai tujuh ta’alluq, yaitu:

1. Ta’alluq Shuluhi Qadim (تعلق صلوحى قديم), yaitu:
هو صلاحيتها فى الأزلى للايجاد و الاعدام

2. Ta’alluq Qabdhah (تعلق قبضة), yaitu:
هو كون الممكن فيما لا يزال قبل وجوده

Artinya: “Ta’alluq di mana sesuatu yang mungkin itu sudah menjadi ketetapan di azalinya, namum belum wujud”. Maksudnya: Sesungguhnya Allah swt apabila menghendaki sesuatu yang bersifat mungkin, maka Ia dapat menetapkan ketiadaannya. Begitupula, apabila Ia menghendaki, maka Ia dapat mewujudkannya.

3. Ta’alluq Tanjizi Hadits (تعلق تنجيزى حادث), yaitu:
هو ايجاد الله تعالى الشيئ بها فيما لا يزال

Artinya: “Ta’alluq di mana Allah ta’ala menjadikan atau menciptakan sesuatu dengan perantaraan sifat qudrat-Nya sesuai dengan ketentuan di azalinya”.

4. Ta’alluq Qabdhah (تعلق قبضة), yaitu:
هو كون الممكن حالة وجوده فى قبضة القدرة

Artinya: “Ta’alluq di mana adanya sesuatu yang mungkin itu dalam keadaan sudah wujud dan berada pada genggaman sifat qudratnya Allah swt”. Maksudnya: Apabila Allah swt menghendaki, maka Ia dapat menetapkan atas wujudnya sesuatu yang bersifat mungkin itu. Begitupula, apabila Ia menghendaki, maka Ia dapat meniadakannya dengan sifat Qudrat-Nya.

5. Ta’alluq Tanjizi Hadits (تعلق تنجيزى حادث), yaitu:
هو اعدام الله الشيئ بها

Artinya: “Ta’alluq di mana Allah swt meniadakan sesuatu (alam semesta) dengan sifat qudrat-Nya”. Seperti Allah swt mematikan seseorang, atau menjelang hari kiamat akan terjadi kehancuran alam semesta.

6. Ta’alluq Qabdhah (تعلق قبضة), yaitu:
هو كون الممكن حالة عدمه فى قبضة القدرة

Artinya: “Ta’alluq di mana sesuatu yang bersifat mungkin (alam semesta) dalam keadaan ketiadaan dan berada pada genggaman sifat Qudrat atau Maha Kuasanya Allah swt.” Maksudnya: Seandainya Allah menghendaki, maka Ia dapat menetapkan sesuatu yang bersifat mungkin itu atas ketiadaannya. Begitupula, apabila Ia menghendaki, maka Ia dapat menciptakannya dengan sifat Qudrat-Nya.

7. Ta’alluq Tanjizi Hadits (تعلق تنجيزى حادث), yaitu:
هو ايجاد الله الشيئ بها حين البعث

Artinya: “Ta’alluq di mana Allah swt menjadikan atau menciptakan sesuatu (alam semesta) dengan perantaraan sifat Qudrat-Nya ketika dibangkitkannya makhluk (manusia) di alam kubur.”

Kalau Allah SWT tidak kuasa, tentu Ia tidak akan mampu meciptakan alam raya yang sangat menakjubkan ini. Karena itu, mustahil bagi Allah SWT memiliki sifat al-‘Ajzu ( العجز ) yang berarti lemah.

8. 2. Sifat Iradah (Berkehendak)

وَقَائِمٌ غَنِي وَوَاحِدٌ وَحَيْ  # قَادِرْ مُرِيْدٌ عَالِمٌ بِكُلِّ شَيْ

“Dan Allah SWT Adalah Dzat Yang berdiri sendiri, Tunggal, Hidup, Berkuasa, Berkehendak dan Mengetahui segala sesuatu”

Syarah / Penjelasan

Iradah (Berkehendak)
Sifat yang wajib diketahui yang ke 8 dari sifat dua puluh yang ada di kitab Kifayatul Awam adalah Sifat Iradah (Berkehendak).

Allah SWT Maha berkehendak, dan tidak seorangpun yang mampu menahan kehendak Allah SWT. Dan segala yang terjadi di dunia berjalan sesuai dengan kehendak Allah SWT.

Allah ta`ala berfirman:

﴾ وَمَا تَشَآءُونَ إِلَّا أَن يَشَآءَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلْعَالَمِينَ ﴿ ٢٩

Maksudnya:

“Dan kamu tidak dapat mengkehendaki (mengenai sesuatupun), kecuali apabila dikehendaki oleh Allah, Tuhan semesta alam”. (Surah At-Takwir : 29)

Allah SWT berfirman:

قُلْ فَمَنْ يَمْلِكُ لَكُمْ مِنَ اللهِ شَيْئًا إِنْ أَرَادَ بِكُمْ ضَرًّا أَوْ أَرَادَ بِكُمْ نَفْعًا بَلْ كَانَ اللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيراً. (الفتح، 11) القرآن

“Katakanlah: “Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah jika Dia menghendaki kemudharatan bagimu atau jika Dia menghendaki manfa`at bagimu. Sebenarnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Fath: 11).

Allah SWT juga berfirman:

إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ (يس، 82) القرآن

“Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah!” maka terjadilah ia.” (QS. Yasin: 82).

Lawan dari sifat ini adalah (الكراهة) yang mempunyai makna “terpaksa”, yakni mustahil Allah berbuat sesuatu karena terpaksa, atau tidak dengan kehendak-Nya sendiri.

Ta`alluq sifat Iradat kepada segala mumkinat bersifat mumkin seperti mau mengabulkan do`a hamba atau sebaliknya.
Ta’alluqnya sifat iradat memiliki kesamaan dengan sifat qudrat-Nya. Kalau sifat Qudrat mengadakan dan meniadakan, tapi ta’alluqnya sifat iradat adalah ta’alluq yang menentukan. Oleh karena itu, sifat iraadat tidak ada ta’alluq kepada perkara yang wajib dan mustahil.

Yang termasuk hal yang mungkin adalah perkara baik dan buruk. Oleh karena itu, tidak ada suatu kebaikan atau keburukan yang terjadi pada makhluk (seluruhnya), kecuali dengan iradat Allah. Karena tidak akan mungkin bila sesuatu yang terjadi pada makhluk ini secara terpaksa diadakan oleh Allah.

Berbeda dengan kaum mu’tazilah yang mengatakan bahwa sifat iradat Allah tidak ada ta’alluqnya dengan kebaikan dan keburukan.

Dalil ketetapan sifat iradat bagi Allah adalah adanya ala mini. Jelaslah jika Allah tidak mempunyai sifat iradat, sudah pasti Allah terpaksa. Jika Allah terpaksa, maka Allah tidak mempunyai sifat qudrat.

9. 3. Sifat Ilmu (Mengetahui)

وَقَائِمٌ غَنِي وَوَاحِدٌ وَحَيْ  # قَادِرْ مُرِيْدٌ عَالِمٌ بِكُلِّ شَيْ

“Dan Allah SWT Adalah Dzat Yang berdiri sendiri, Tunggal, Hidup, Berkuasa, Berkehendak dan Mengetahui segala sesuatu”

Syarah / Penjelasan :

Ilmu (Mengetahui)
Sifat yang ke sembilan dari penjelasan sifat dua puluh yang wajib dalam kitab Aqidatul Awam adalah Sifat Ilmu (Mengetahui), sifat ini termasuk sifat Ma’ani yang ke tiga setelah penjelasan dua sifat Ma’ani sebelumnya yaitu Sifat Qudrat dan Sifat Iradat.

Allah SWT adalah Dzat yang Maha Menciptakan, maka Ia pasti mengetahui segala sesuatu diciptakan-Nya. Allah SWT mengetahui dengan jelas akan semua perkara yang jelas tampak ataupun yang samar, tanpa ada perbedaan antara keduanya. Allah SWT berfirman:

إِنَّهُ يَعْلَمُ الْجَهْرَ وَمَا يَخْفَى. (الأعلى، 7) القرآن

“Sesungguhnya Dia mengetahui yang terang dan yang tersembunyi.” (QS. al-A’la : 7).

Firman Allah SWT dalam; Q.S. al-Anfal : 42

وَإِنَّ اللهَ لَـسَـمِـيْـعٌ عَـلِـيْـمٌ

Dan sesungguhnya Allah Ta’ala itu Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (Q.S. al-Anfal : 42)

Ta`alluq sifat ilmu terhadap segala yang wajib, mumkin dan mustahil. Sebab sifat ilmu adalah sifat yang menyatakan maha mengetahui segals sesuatu tanpa ada perantara, tidak ada tingkatan-tingkatan dan tidak ada didahului oleh jahil (tidak tahu sebelumnya).

Dalam pengertian tersebut ada empat unsur yang harus diketahui secara mendalam , untuk dapat dimengerti maksud dari Ilmu, sebagai salah satu sifat Allah Ta’ala. Unsur-unsur yang dimaksud ialah :

1. Segala-galanya
Yang dimaksud dengan segala-galanya ialah ; segala yang wajib adanya, segala yang mustahil pada akal dan segala yang mumkin atau jaiz. Yaitu tentang sifat sifat Allah yang situ kan oleh akal.

2. Segala yang wajib meliputi, segala yang wajib ada pada akal dan segala yang wajib ada pada adat.
Contoh ada anak pasti ada ibunya.

3. Sedangkan segala yang mustahil , meliputi segala yang mustahil ada pada akal dan segala yang mustahil ada pada adat pula.
Contoh mustahil ada anak Allah

4. Segala yang mumkin, meliputi segala yang mumkin ada pada akal dan segala yang mumkin ada pada adat/yang jaiz.
Tidak diterima akal kalau ada anak tidak ada ibu yang melahirkannya.

Manusia mengetahui sesuatu dengan bermacam-macam alat perantara seperti; pendengaran melalui telinga, penglihatan melalui mata; penciuman melalui hidung, perasaan dan sentuhan melalui kulit, mengetahui benar dan salah dengan akal. Maka, masing-masing perantara itu mempunyai kekhususan yang terbatas pula.

Apabila perantara–perantara itu digunakan, tidak sesuai dengan kekhususannya yang terbatas itu, sudah pasti tidak akan mengahsilkan ilmu sama sekali.

Oleh karena itu, berbeda dengan Allah Ta’ala yang mengetahui segala sesuatu itu secara langsung (inkisyaf) dengan tidak memerlukan perantara sama sekali.

Tidak ada tingkatan-tingkatan
Ilmu Allah Ta’ala yaitu:
1. Tidak dimulai dari tidak tahu kemudian menjadi tahu.
2. Tidak dengan Waham, yakni sangkaan yang ringan terhadap adanya sesuatu atau tidak adanya kemudian menjadi jelas.
3. Tidak dengan Syak, yakni sangkaan yang sama kuat terhadap adanya sesuatu atau tidak adanya kemudian menjadi jelas.
4. Tidak dengan Zhan, yakni sangkaan yang kuat terhadap adanya sesuatu atau tidak adanya kemudian diketahui.

Atau manusia dapat berilmu (tahu) melalui; tahapan, tahu, mengetahui, kenal (ma’rifah), mengenal, lebih tahu, sangat tahu, dan seterusnya.
Maka yang dimaksud dengan tidak ada tingkatan-tingkatan, ialah ilmu (tahu) Alah Ta’ala terhadap sesuatu itu, tidak ada tingkatan-tingkatan tersebut di atas.

Tidak didahului oleh jahil (tidak tahu)
Tahu (ilmu) manusia selamanya didahului oleh tiada ilmu (tidak tahu), hal ini merupakan kemestian bagi manusia, disebabkan manusia itu sendiri adalah hadits (adanya didahului oleh tiada) yakni tidak qadim.

Maka sudah semestinya ilmu bagi manusia itu, suatu yang mendatang pula yakni, sesudah manusia itu ada, baru sedikit demi sedikit ilmunya bertambah, dan ia tahu sebagaimana diterangkan oleh penciptanya sendiri dalam ; Q.S. An-Nahl  : 78

وَاللهُ أَخْرَجَكُمْ مِـنْ بٌطٌوْنِ أُمَّـهَـاتِـكُـمْ لاَ تَعْـلَمُـوْنَ شَـيْـئًا وَجَـعَلَ لَكُمُ السَّـمْعَ وَ الأَبْـصَـارَ وَالأَفْـئِـدَةَ لَـعَـلَّـكُمْ تَـشْكُـرُوْنَ

Artinya : Dan Allah Ta’ala mengeluarkan (melahirkan) kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun dan Ia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan pemikiran agar (hati) kamu bersyukur. (Q.S. An-Nahl  : 78)

Ayat tersebut menegaskan bahwa, ilmu manusia berangsur-angsur datangnya, berlainan halnya dengan ilmu Allah Ta’ala, yang tidak berangsur-angsur adanya, dan tidak pernah adanya didahului oleh tiada karena sifat ilmunya berada tetap dengan zatNya.

Kebalikan sifat ini adalah al-jahlu (الجهل), yang berarti bodoh. Bahwa mustahil Allah SWT bodoh atau tidak mengetahui pada apa yang diciptakan.

Mustahil Allah Jahil (Tidak Tahu)

Yaitu mustahil Allah Ta’ala bersifat jahil atau tidak tahu. Yang dimaksud dengan jahil ialah.

Kebalikan dari pengertian ilmu yang lalu yaitu :
1. Tidak tahu segala-galanya
2. Tahu sebahagiannya, tidak tahu sebahagian atau ada sesuatu yang tidak diketahuinya.
3. Tahu segala-galanya, tetapi dengan perantara.
4. Tahu segala-galanya tanpa perantara, tetapi mempunyai tingkatan seperti melalui proses; mengetahui, lebih tahu, maha tahu dan sangat Maha Tahu.
Tahu segala-galanya tanpa perantara, yang tidak mempunyai tingkatan-tingkatan tetapi, didahului oleh tiada tahu (pernah belum tahu).

Termasuk dalam kata-kata jahil, yaitu ; Syak, Zhan, dan Waham Tuhan, atau IA tahu dengan melalui nazhar (penelitian) dan Istidlal atau dengan susah dan dengan mudah atau IA tahu seperti i’tiqad jazim atau didatangi lupa, silap dan lalai atau IA mengetahui sesuatu hanya secara global, semua itu mustahil atasNya.

Maka himpunan keenam inilah, yang dimaksud dengan nama jahil sebagai lawan/kebalikan dari ilmu.

Allah Ta’ala Maha Tahu (‘alimun) yang wajib menurut akal IA bersifat ilmu, maka tidak ada suatu apapun yang terlepas dari pengetahuanNya, ilmuNya meliputi hal yang wajib, hal yang mustahil dan hal yang mumkin (jaiz).

DiketahuiNya segala yang berwujud ataupun yang tidak, segala yang nampak ataupun yang tidak, segala yang dirasa atau yang tidak, yang kesimpulannya wallahu a’alam Ia jualah yang mengetahui, karena tersingkap kepadaNya segala-galanya.

10. 4. Sifat Hayat (Hidup)

وَقَائِمٌ غَنِي وَوَاحِدٌ وَحَيْ  # قَادِرْ مُرِيْدٌ عَالِمٌ بِكُلِّ شَيْ

“Dan Allah SWT Adalah Dzat Yang berdiri sendiri, Tunggal, Hidup, Berkuasa, Berkehendak dan Mengetahui segala sesuatu”

Hayat (Hidup)
Sebelumnya sudah dijelaskan sifat-sifat Ma’ani yaitu Allah bersifat Qudrat, Iradat, Ilmu. Maka yang tersifati dengan sifat-sifat tersebut tentu memiliki sifat Hayat yaitu Allah bersifat Hayat

AL HAYAT artinya “hidup”. lawan dari kata AL-MAUT artinya “mati”

Allah berfirman :

اللَّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ لَّهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ مَن ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلاَ يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَآءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ وَلاَ يَؤُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ

Artinya : ”Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar” (al-Baqarah: 255).

ALLAH Taala bersifat Hayat atau hidup, maka ketahuilah hidupnya ALLAH SWT itu tidak seperti hidupnya Makhluq yaitu dengan nyawa.

Hidupnya ALLAH SWT juga tidak dengan nafas. Dan juga ALLAH SWT itu hidup tanpa empat unsur yaitu : tanah, air, api dan angin. Dengan perkataan lain, zat ALLAH Taala bukannya terdiri daripada unsur-unsur itu. Zat ALLAH SWT itu juga tidak hidup dengan membutuhkan makan dan minum.

Karena Allah bersifat Qiyamuhu Binafsihi, SIfat berdiri sendiri tidak membutuhkan mahluq.

Sekiranya ALLAH SWT itu memerlukan kepada makan, minum, nafas, nyawa serta empat unsur tadi, maka dengan sendirinya ALLAH telah menyerupai segala yang baru (Makhluq).

Kalaulah ALLAH itu serupa dengan segala yang baru (Makhluq), tentulah logiknya ALLAH itu juga bersifat baru (Makhluq). Sedangkan tiap-tiap yang baru pasti ada sesuatu yang menjadikannya. Kerana itu, bererti ALLAH itu ada yang menjadikan. Kalaulah ALLAH itu ada yang menjadikan, tentulah bukan ALLAH namanya.

Allah SWT Maha Hidup, dan hidup Allah SWT adalah kehidupan abadi, tidak pernah dan tidak akan mati.

وَتَوَكَّلْ عَلَى ٱلْحَيِّ ٱلَّذِي لاَ يَمُوتُ وَسَبِّحْ بِحَمْدِهِ وَكَفَىٰ بِهِ بِذُنُوبِ عِبَادِهِ خَبِيراً. (الفرقان : 58) القرآن

“Dan bertawakkallah kepada Allah Yang Hidup (Kekal) Yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya.” (QS. al-Furqan: 58).

Kebalikan dari sifat ini adalah al-mautu (الموت), yang berarti mati.

Sifat hayat tidak berta'alluq karena sifat ini hanya sebagai syarat mutlaq untuk sahnya sifat yang lain.

11. 5. Sifat Sama’ (Mendengar)

سَمِـيْعٌ الْبَصِيْرُ وَالْمُتَكَلِّمُ # لَهُ صِفَـاتٌ سَبْعَةٌ تَنْتَظِمُ

فَقُـدْرَةٌ إِرَادَةٌ سَمْعٌ بَصَرْ # حَيَاةٌ الْعِلْمُ كَلاَمٌ اسْتَمَرْ

“Allah SWT juga Maha Mendengar, Melihat, dan Berbicara. Dia mempunyai tujuh sifat yang teratur; Yaitu sifat Qudrat, Iradat, Sama’, Bashar, Hayat, Ilmi dan Kalam yang berlangsung terus”

Syarah Penjelasan :

Sama’ (Mendengar)

صِـفَةٌ قَـائِـمَـةٌ بِـذَاتِـهِ يَـنْـكَشِـفُ لَـهُ بِـهَـا كُـلُّ مَـوْجُوْدٍ

Allah SWT Maha Mendengar. Namun pendengaran Allah SWT tidak sama dengan pendengaran manusia yang bisa dibatasi ruang dan waktu. Allah SWT mendengar dengan jelas semua yang diucapkan hamba-Nya. Pendengaran Allah SWT tidak berbeda pada perkara yang dhahir atau yang bathin.

Firman Allah SWT:

قَدْ سَمِعَ اللَّـهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِي إِلَى اللَّـهِ وَاللَّـهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا ۚ إِنَّ اللَّـهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ

Artinya : “Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal – jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” – QS. Al-Mujadila [58-1]

قَالَ لَا تَخَافَا ۖ إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَىٰ

Artinya : “Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat.” – QS. Ta-Ha [20:46]

إِنَّهُ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ. (الدخان: 6) القرآن

“Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. ad-Dukhan: 6).

Pengertian sama’ adalah mendengar tanpa perantara, tidak dipengaruhi oleh jarak yang jauh atau dekat, tidak dipengaruhi oleh keras atau pelan, tidak dipengaruhi oleh nyaring atau lembut dari sesuatu yang didengar.

Ta`alluq sifat sama' terhadap segala yang maujudat , yang wajib dan mumkin dan tidak pada yang mustahil.

Penjelasan :

1. Mendengar dengan perantara seperti halnya manusia mendengar dengan telinga, diantarkan oleh udara atau oleh gelombang atau amplitudo, seperti: radio, televisi, telephone, handphone.

2. Dipengaruhi oleh jarak jauh atau dekatnya sesuatu yang didengar. Seperti halnya manusia, karena manusia tdak dapat mendengar sesuatu yang jaraknya jauh atau terhalang oleh dinding atau tembok. Kelaupun terdengar tetapi tidak jelas.

3. Tidak dibarengi oleh suara hiruk pikuk, seperti gemuruh atau suara pesawat, dan segala yang membatasi pendengaran.

Tidak lenyap dari pendengaran Allah Ta’ala segala yang didengar, walaupun yang didengar itu tersembunyi, karena IA Maha Mendengar.

IA mendengar tanpa lubang telinga, tanpa gendang telinga dan tanpa alat pendengaran.

Tanpa dipengaruhi oleh besar kecilnya sesuatu yang didengar, seperti halnya pendengaran manusia.

Manusia tidak dapat mendengar suara yang sangat kecil atau sangat halus. Berarti pendengaran manusia dipengaruhi oleh keras, halus, nyaring atau lembut dari sesuatu yang didengar itu.

Ketiga hal ini tidak ada pada sama’ Allah Ta’ala, karena memang sifat sama’ Allah Ta’ala berbeda dengan sifat sama’ manusia.
Kebalikan dari sifat ini adalah al-shamamu (الصمم) yang berarti tuli. Yakni bahwa mustahil Allah SWT itu tuli.

Yang dimaksud dengan tidak mendengar adalah meliputi :

1. Tidak mendengar sama sekali
2. Mendengar hanya sebahagian saja (sedikit) dari yang didengar
3. Mendengar dengan perantara.
4. Mendengar dengan tanpa perantara, tetapi dipengaruhi oleh jarak dekat atau jauhnya sesuatu yang didengar.
5. Mendengar tanpa perantara, tetapi dipengaruhi oleh volume atau ukuran keras, kecil, nyaring dan halusnyasesuatu yang didengar.

12. Sifat Bashor (Melihat)

سَمِـيْعٌ الْبَصِيْرُ وَالْمُتَكَلِّمُ # لَهُ صِفَـاتٌ سَبْعَةٌ تَنْتَظِمُ

فَقُـدْرَةٌ إِرَادَةٌ سَمْعٌ بَصَرْ # حَيَاةٌ الْعِلْمُ كَلاَمٌ اسْتَمَرْ

“Allah SWT juga Maha Mendengar, Melihat, dan Berbicara. Dia mempunyai tujuh sifat yang teratur; Yaitu sifat Qudrat, Iradat, Sama’, Bashar, Hayat, Ilmi dan Kalam yang berlangsung terus”

Syarah / Penjelasan :
Sifat bashar adalah sifat yang berdiri dengan Zat Allah dan nyata bagiNya dengan sifat itu segala yang maujud.

Firman Allah SWT:

إِنَّهُ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ. (الدخان: 6) القرآن

“Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. ad-Dukhan: 6).

Allah Ta’ala berfirman :

إِنَّ اللهَ بِـمَـا تَـعْـمَلُوْنَ بَـصِـيْرٌ ( البـقـرة : 11 ) القرآن

Artinya : “ Sesungguhnya Allah Ta’ala Maha Melihat  terhadap segala sesuatu yang kamu kerjakan”.

Yang dimaksud dengan bashar adalah melihat tanpa perantara, tidak dipengaruhi oleh jarak jauh atau dekatnya sesuatu yang dilihat, tidak dipengaruhi oleh bentuk besar atau kecilnya sesuatu yang dilihat itu dan tidak juga dipengerahi oleh tempat sesuatu yang dilihat (lahir atau bathin).

Ta`alluq sifat bashar terhadap segala yang maujudat – yang wajib dan mumkin dan tidak pada yang mustahil.

Penjelasan

1. Melihat dengan perantara adalah melihat dengan alat, seperti melihat dengan biji mata, kelopak mata, dengan cahaya, dengan kaca mata, teleskop, thedolit dan teropong.
2. Dipengaruhi oleh jarak jauh atau dekat, terdinding atau lepas, lahir atau bathin, berserak atau terkumpul, bersebelahan atau berhadapan. Manusia tidak dapat melihat sesuatu yang sangat dekat atau yang sangat jauh.
3. Dipengaruhi oleh bentuk besar atau kecil, halus atau kasarnya sesuatu yang dilihat. Penglihatan Allah Ta’ala berbeda dengan penglihatan manusia, sebab manusia tidak dapat melihat sesuatu yang sangat kecil atau yang sangat halus kecuali dengan alat bantu penglihatan.

Kebalikan dari sifat ini adalah al-shamamu (الصمم) yang berarti tuli. Yakni bahwa mustahil Allah SWT itu tuli.

Yang dimaksud dengan tidak melihat (buta) adalah meliputi :

1. Tidak melihat sama sekali.
2. Melihat sebahagian saja, berarti ada yang tidak dilihat
3. Melihat dengan perantara
4. Melihat tanpa perantara, tetapi dipengaruhi oleh jarak jauh atau dekatnya sesuatu yang dilihat itu, atau dibatasi oleh dinding dan tembok
5. Melihat tanpa perantara, tetapi dipengaruhi oleh bentuk dari sesuatu yang dilihat, seperti sangat halus atau sangat kecil.

13. Sifat Kalam (Berfirman)

سَمِـيْعٌ الْبَصِيْرُ وَالْمُتَكَلِّمُ # لَهُ صِفَـاتٌ سَبْعَةٌ تَنْتَظِمُ

فَقُـدْرَةٌ إِرَادَةٌ سَمْعٌ بَصَرْ # حَيَاةٌ الْعِلْمُ كَلاَمٌ اسْتَمَرْ

“Allah SWT juga Maha Mendengar, Melihat, dan Berbicara. Dia mempunyai tujuh sifat yang teratur; Yaitu sifat Qudrat, Iradat, Sama’, Bashar, Hayat, Ilmi dan Kalam yang berlangsung terus”

Syarah / Penjelasan :

Kalam (Berfirman)
Allah SWT Maha berfirman, namun firman Allah SWt tidak sama seperti perkataan manusia yang terdiri dari suara dan susunan kata-kata. Firman Allah SWT, tanpa suara dan kata-kata.

وَرُسُلاً قَدْ قَصَصْنَاهُمْ عَلَيْكَ مِن قَبْلُ وَرُسُلاً لَّمْ نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ وَكَلَّمَ ٱللهُ مُوسَىٰ تَكْلِيماً. (النساء : 164) القرآن

“Dan (kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.” (QS. an-Nisa’:164).

Uraian Sifat Kalam Allah Ta’ala

Yang dimaksud dengan kalam yang merupakan sifat Allah Ta’ala adalah perkataan Allah Ta’ala yang tidak menyerupai Kalam Makhluq yang berhuruf dan bersuara, yang memiliki awalan kalam dan memiliki akhiran kalam. Kalam Allah di bersihkan dari sifat-sifat kalam makhluq.

Kallam Allah Yang tidak berhuruf dan tidak bersuara dan ta`alluqnya yaitu pada yang wajib, mumkin dan mustahil.
Seperti sifat ilmu.

Kebalikan sifat ini adalah al-bakamu (البكم), yang berarti bisu. Yakni bahwa mustahil Allah SWT itu bisu.

Yang dimaksud dengan tidak berkalam (bisu) adalah meliputi :

Tidak bersifat kalam sama sekali
Bersifat kalam tetapi kalam itu berhuruf dan bersuara yang memastikan terdahulu dan terkemudian.

Ta'alluq sifat kalam kepada seluruh hukum aqal, wajib, mustahil, jaiz.

Tujuh Sifat Ma’nawiyah

سَمِـيْعٌ الْبَصِيْرُ وَالْمُتَكَلِّمُ # لَهُ صِفَـاتٌ سَبْعَةٌ تَنْتَظِمُ

فَقُـدْرَةٌ إِرَادَةٌ سَمْعٌ بَصَرْ # حَيَاةٌ الْعِلْمُ كَلاَمٌ اسْتَمَرْ

“Allah SWT juga Maha Mendengar, Melihat, dan Berbicara. Dia mempunyai tujuh sifat yang teratur; Yaitu sifat Qudrat, Iradat, Sama’, Bashar, Hayat, Ilmi dan Kalam yang berlangsung terus”

Syarah Penjelasan :

Sedangkan tujuh sifat setelahnya tergolong sifat Ma’nawiyyah. Yakni;

Qodiron (Allah Maha Berkuasa),
Muridan (Allah Maha Berkehendak),
Aliman (Allah Maha Mengetahui),
Hayyan (Allah Maha Hidup),
Sami’an (Allah Maha Mendengar),
Bashiron (Allah Maha Melihat), dan
Mutakalliman (Allah Maha Berbicara).
Jika diperinci, maka dua puluh sifat wajib bagi Allah SWT terbagi menjadi empat kriteria.

Sifat Nafsiyyah, yakni sifat untuk menegaskan adanya Allah SWT, di mana Allah SWT menjadi tidak ada tanpa adanya sifat tersebut. Yang tergolong sifat ini hanya satu, yakni sifat wujud.
Sifat Salbiyyah, yaitu sifat yang digunakan untuk meniadakan sesuatu yang tidak layak bagi Allah SWT. Sifat Salbiyah ini ada lima sifat, , yakni; 1) Qidam, 2) Baqo’, 3) Mukhalafatu lil hawaditsi, 4) Qiyamuhu binafsihi, dan 5) Wahdaniyyah.
Sifat Ma’ani, adalah sifat yang pasti ada pada Dzat Allah SWT. Terdiri dari tujuh sifat, yakni; 1) Qudrat, 2) Iradah, 3) Ilmu, 4) Hayat, 5) Sama’, 6) Bashar dan 7) Kalam.
Sifat Ma’nawiyyah, adalah sifat yang mulazimah (menjadi akibat) dari sifat ma’ani, yakni; 1) Qadiran, 2) Muridan, 3) Aliman, 4) Hayyan, 5) Sami’an, 6) Bashiran, 7) Mutakalliman.

Postingan populer dari blog ini

31. 40 KAIDAH FIQIH UMUM (KULLIYAH)

23. SYAIKH AHMAD BADAWI AR RIFAI'